Stanza Sebuah Pesta; Ketakutan

sauhlah perahu
sebelum wakui mnghisap bebutir waktu
yang mengalir dalam darahmu



1/
kita yang tak pernah meminta dilahirkan
mengapa terus diburu kematian?

ketika perih lambung atau hati menyeri
seringkali kita pinta pada udara
mendatangkan ajal segera
tetapi, akuilah: tak pernah sungguh-sungguh
kita meminta.
semuanya akan terbukti saat kita sendirian
di malam lengang dan mendadak
dibangunkan bunyi ketukan pintu.

selalu saja,
ada bayangan legam mencipta ketakutan
mengikuti sepanjang perjalanan sunyi ini.
semua yang tampak, berbunyi dan bergerak
seolah juga mencintai nyawa kita
untuk dimilikinya

sedang pada hidup kita telah terlanjur mencintai
meski tak pernah benar-benar tahu untuk apa

o, sudah berapakah peristiwa menyeret kita
dalam ketakutan akan kematian?
semuanya terulang dan terulang
tanpa satu pun yang kita hapal.

seolah semuanya baru pertama kali terjadi

maka, sebuah cerita dikarang
untuk mengenang ketakutan demi ketakutan

2/
suatu waktu
ketika bumi masih hijau dan manusia masih sedikit
angin menggerakkan awan hitam
menyiar kabar tentang desa war yang gempar:
seekor ular siluman yang selalu lapar
dan tak pernah tidur, mendadak
muncul dan mendesis
di jantung semua orang.

di pagi mendung itu
ketika orang-orang tidur sembari berebutan menaiki kapal
dengan membawa suara dengkur wakui
di jantung serta mimpi benang kusut almaut
seorang perempuan, bernyawa satu di dada satu di perut
menyimit sebiji pasir di hidungnya:
"akukau sama kecilnya"

inbakeriewi namanya
satu-satunya orang yang mengungsi
pada keberuntungannya sendiri

setelah semua perahu meluncur
menembus dinding-dinding ketakutan,
perempuan itu menjerit
mengguncangkan pohonan
—barangkali pada saat bersamaan
ombak juga berteriak—
hingga seekor ketam, entah jelmaan siapa
muncul tiba-tiba sebagai perahu penyelamat

"persembunyian paling aman
tak harus jauh dari musuh"

"tapi wakui akan menciup darahku.
bayiku?"

"tataplah bayangmu!"

sunyi merambati sepanjang pesisir
ia kembali bercermin pada sebiji pasir

3/
kami, semiri dan mandoi
tak pernah tahu mengapa gua selalu menjadi tempat
persembunyian bagi orang terasing dan ketakutan

biarkan kami keluar, ibu
di hutan, kami akan belajar pada akar yang
menghujam keras tanah berbatu
akan kami bungkus cerita petualangan dan
kuberikan kepadamu sebagai ramuan
untuk memperlambat kematian

hidup terlanjur kami cintai, ibu
tetapi ceritamu tentang wakui, begitu saja
menciptakan bayangan ketakutan yang
sebelumnya tak pernah kami kenal

maka, kami ingin menjadi awan
yang menutup bulan
mengapus bayang-bayang

lihatlah dada kami yang serupa karang
di kaki, sulur-sulur akar telah pula menjalar
menandakan kesiapan kami melawan wakui
muasal kecemasan ini

mari, ibu
kita kembali ke war
di sana nanti, satu kisah tentang ketakutan
akan segera kami rampungkan
sebab masih berderet ketakutan
dan kecemasan lain di belakang
menunggu pula diselesaikan

d.
dugaan tentang kekalahan
merupakan pengkhianat paling jahat
semacam wabah
menular mematikan
maka, segeralah bunuh
dan buang mayatnya jauh-jauh

"hanya butuh satu siasat untuk menjatuhkan wakui
yang mempunyai kekuatan berlipat"

dan inilah pesta, kayop namanya
digelar sebagai pengekal kenangan dan kemenangan

ah, selalu saja kita merasa memiliki kemenangan sepenuhnya
padahal wakui, yang tumbang di tangan putra kembar
bisa jadi dilempar ke bumi hanya sebagai penguji
bagi kita yang tak jenuh ingkar pada keberkahan

lalu, benarkah setiap kemenengan
selalu butuh perayaan
jika sederet ketakutan dan kecemasan lain
teguh berdiri menunggu giliran?

wonosobo, Maret 2007

Puisi ini adalah tafsir dari cerita rakyat, "Asal Mula Upacara Kayop" dari Papua barat.


0 Response to "Stanza Sebuah Pesta; Ketakutan"