Anakku: BURUNG-BURUNG CAHAYA


    Judul      : Burung-Burung Cahaya
    Penerbit : Sabil, Yogyakarta
    Tebal     : 446 hlm
    Cetakan : 1, Februari 2011



alhamdulillah
anak saya yang kedua kembali lahir, sudah digenapkan dengan nama: "Burung-Burung Cahaya". 
mohon doa restunya, semoga petualangannya di dunia perbukuan mendapatkan berkah.
Saya ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya untuk Penerbit Diva Press yang bersedia membantu kelahirannya. Kepada Simbah K.H. Musthafa Bisri, Kang Acep Zam-Zam Noor, Bang Kurnia Effendi, Mas Chand Parwez Servia, dan Mbakyu Yetti A.KA yang sudi memberikan komentar (doa) dan masukan. Juga kepada guru, dan kawan-kawanku yang telah mengajarkan kebijaksanaan kepadaku (K.H. Nuruddin (almarhum), Joni Ariadinata, Mahwi Tawar, Indrian Koto, Rakai Lukman, Amin Steven, Sunlie Thomas Alexander, Ridwan Munawar,Fahmi Amrullah, Mukhlis Amrin, Aguk Irawan MN, kawan-kawan Rumah Poetika dan Sanggar Jepit Yogyakarta, serta guru dan kawan-kawanku yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. terimakasih atas kebaikan kalian semua....


*****
Berikut ini merupakan spirit dan doa untuk Burung-burung Cahaya:


Al-Quran oleh setiap muslim diakui sebagai sesuatu yang agung. Sebutan-sebutan mulia selalu dikenakan pada kitab suci umat Islam itu. Pertanyaannya, sudahkah kaum muslimin memperlakukan kitab sucinya itu sebagaimna mestinya? Novel 'Burung-burung Cahaya' yang merupakan metafor untuk menggambarkan santri-santri Pondok pesantren al-Quran ini, mencoba memotivasi pembacanya ~khususnya yang beragama Islam~ untuk memperlakukan al-Quran sebagaimana seharusnya. Di samping itu, pembaca diajak berpikir tentang lika-likunya perjalanan menuju derajat kemuliaan di sisi Allah. Novel yang menarik dan menggelitik. (KH. A. Mustofa Bisri, Budayawan, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang)

Novel ini menguraikan secara detail berbagai anasir cerita mulai dari tema, peristiwa hingga konfilk dengan sangat hidup dan memikat. Sebuah novel yang mencoba mengangkat dunia pesantren dari sudut pandang lain, dengan cara yang lain pula. (Acep Zamzam Noor, penyair peraih penghargaan Sastra Asia Tenggara dan Khatulistiwa Award)

Pesantren tidak kalis pada persoalan manusia umumnya: cinta, harapan, dan ambisi untuk mendapatkannya. Ada niat mulia untuk menghapus kelam masa lalu, dan persahabatan yang terjalin liat seiring waktu. Jusuf memandang lengkap tiap warna yang merona di latar relijius itu. (Kurnia Effendi, Pecinta Sastra)

Cerita berjalan dalam dua koridor tentang menghafal al-Qur’an dan cinta yang coba disatukan dalam gejolak pencarian dan pendewasaan Rijal, tokoh utama novel ini. Cukup memberi romantika dan menarik untuk dibaca. (Chand Parwez Servia, Produser Film Starvision Plus)

Jusuf AN dalam novel ini menghadirkan kehidupan dunia pesantren dengan gaya penulisan yang sederhana, enteng, tetapi memikat. (Yetti A. KA. Cerpenis)


Selamat berpetualang anakku...

3 Responses to "Anakku: BURUNG-BURUNG CAHAYA"

aku manusia bukan syetan said...

Alhamdulillah, banyak hal yang saya rasakan saat membaca BURUNG BURUNG CAHAYA, senang haru malu dan perasaan perasaan lain yang sukar diungkapkan dengan kata.

Saya sangat bersyukur telah membaca BURUNG BURUNG CAHAYA.

Terimakasih telah menulis BURUNG BURUNG CAHAYA.

Semoga BURUNG BURUNG CAHAYA membawa manfat untuk penulis penerbit distributor pembaca dan semua yang berhubungan dengan BURUNG BURUNG CAHAYA. aamiin.

^_^

aku manusia bukan syetan said...

Alhamdulillah, banyak hal yang saya rasakan saat membaca BURUNG BURUNG CAHAYA, senang haru malu dan perasaan perasaan lain yang sukar diungkapkan dengan kata.

Saya sangat bersyukur telah membaca BURUNG BURUNG CAHAYA.

Terimakasih telah menulis BURUNG BURUNG CAHAYA.

Semoga BURUNG BURUNG CAHAYA membawa manfat untuk penulis penerbit distributor pembaca dan semua yang berhubungan dengan BURUNG BURUNG CAHAYA. aamiin.

^_^

aku manusia bukan syetan said...

alhamdulillah, terimakasih telah menulis BURUNG BURUNG CAHAYA, sangat inspiratif

^_^